Rabu, 26 Maret 2014


Sejak Oktober 1962 bendera PBB berkibar berdampingan dengan sang Merah Putih. Kemudian pada tanggal 1 Mei 1963 bendera PBB diturunkan dan sang Merah Putih tetap berkibar di Papua sampai hari ini. Itu merupakan salah satu bukti bahwa Papua telah kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi dan masyarakat Papua pun turut hadir dalam memeriahkan upacara tersebut.
Pada tanggal 19 Desember 1961 di Yogyakarta, Presiden Sukarno mencetuskan Trikora (Tri Komando Rakyat)  yang isinya adalah
1.    Gagalkan pembentukan Negara Papua buatan Belanda kolonial
2.    Kibarkan sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia
3.    Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air & Bangsa
Trikora merupakan momentum politik yang penting, sebab dengan Trikora maka pemerintah Belanda dipaksa untuk menanda tangani perjanjian PBB yang dikenal dengan perjanjian New York pada tanggal 15 Agustus 1962 mengenai Papua Barat.
Agar pemerintah Belanda tidak malu, maka penyerahan New Guinea kepada Indonesia dilakukan melalui penyerahan tanggung jawab administrasi pemerintahan wilayah tersebut kepada United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) pada tanggal 1 Mei 1962. Namun UNTEA berada di Papua hanya 8 bulan dan pada tanggal 1 Mei 1963 pemerintah Indonesia lalu mengambil alih wilayah tersebut dan mengganti namanya menjadi Irian Jaya.
Telah jelas bahwa persetujuan New York sebagai dasar hukum Internasional. Pelaksanaan penentuan nasib sendiri tidak menyebutkan diberlakukannya prinsip satu orang satu suara (one man one vote) dalam penentuan pendapat rakyat (Pepera) di Irian. Hal tersebut karena letak pemukiman masyarakat Papua yang pada saat itu masih banyak berada di daerah terisolasi dan ditambah situasi sumber daya manusia yang masih belum mengenal baca tulis, sehingga pelaksanaan Pepera dibeberapa daerah dilakukan dengan cara melakukan pemungutan suara yang diwakili oleh beberapa orang kepala suku.

Persetujuan New York juga telah dibuat sedemikian rupa guna menjamin tranparasi pelaksanaan penentuan nasib sendiri dengan memasukan unsur nasehat, bantuan dan partisipasi PBB kepada masyarakat Internasional melalui Majelis Umum PBB.
marilah kita jaga bersama sejarah yang telah ada bahwa Papua sebenarnya masuk ke dalam bingkai NKRI.




Pemilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang dilakukan setiap lima tahun sekali. Proses pemilu yaitu pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan tertentu diberbagai tingkat pemerintahan sampai kepala desa. Pemilu di Indonesia telah dilaksanakan sebanyak sepuluh kali sejak proklamasi kemerdekaan yaitu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004 dan 2009.
Pada awalnya pemilu ditujukan hanya untuk memilih anggota lembaga perwakilan seperti DPR, DPRD Provinsi, DPRD kabupaten/kota. Namun seiring dilakukannya amandemen UUD 1945 pada tahun 2002, pemilihan presiden dan wakil presiden yang sebelumnya dilakukan oleh MPR, kini disepakati untuk dipilih langsung oleh rakyat. Sehingga sejak tahun 2004 pemilihan presiden dimasukan kedalam rezim pemilu. Ketentuan-ketentuan diatur dalam UUD 1945 hasil amandemen, pasal 22 E, juga Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilu.
Pemilu bukan hanya untuk memilih dan mengganti Presiden, tetapi juga memiliki fungsi lain sebagai media bagi rakyat agar dapat menyuarakan pendapatnya, mengubah kebijakan, mengganti pemerintahan, dan juga untuk menegakkan pemerintahan yang demokratis karena melalui pemilu rakyat dapat memilih para wakilnya secara langsung, umum, bebas, rahasia jujur dan adil.
Di dalam pelaksanaan pemilu terdapat pihak penyelenggara dan juga peserta. Penyelenggara pemilu yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan peserta pemilu yaitu partai politik untuk memilih anggota DPR dan DPRD provinsi maupun kabupaten/kota, dan perseorangan untuk memilih anggota DPD.
Pemilu sangatlah penting bagi suatu negara khususnya Indonesia, karena pemilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat, pemilu sebagai sarana untuk melakukan penggantian pemimpin secara konstitusional, pemilu juga sebagai sarana bagi pemimpin politik untuk memperoleh legitimasi dan sarana bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam proses politik.

Minggu, 23 Maret 2014

Papua yang dikenal sebagai provinsi terluas di indonesia juga memiliki suku asli Papua yang terdiri dari 255 suku dengan bahasa yang masing-masing berbeda. Namun di balik banyaknya suku-suku tersebut sering terjadi konflik perang suku di daerah tertentu di Papua khususnya di daerah pegunungan.Daerah yang sering terjadi perang suku yaitu di kab. Mimika. Faktor penyebab terjadinya perang suku biasanya karena sengketa lahan. Perang suku yang sering terjadi di papua seharusnya tidak perlu terjadi karena negara indonesia adalah negara hukum. Seharusnya masyarakat di Papua sadar dengan adanya hukum di negara ini agar tidak ada lagi konflik perang suku di Papua.Menyelesaikan masalah dengan cara konflik atau kekerasan seharusnya malah akan menimbulkan masalah baru dan justru banyak menimbulkan kerugian. misalnya masyarakat asli Papua banyak yang menjadi korban dan juga banyak fasilitas umum yang rusak akibat dari perang suku tersebut.Marilah kita tumbuhkan jiwa nasionalisme kita sebagai rakyat Indonesia yang tunduk kepada hukum. jika ada masalah, kita ikuti prosedur yang ada, dan selesaikan sesuai jalur hukum yang berlaku. bukan dengan cara kekerasan atau konflik atas dasar kemauan kita sendiri. mari kita ciptakan suasana yang damai di tanah Papua.

Sample Text

Diberdayakan oleh Blogger.

Pages

Followers

Blogger news

Featured Posts Coolbthemes

Video

Popular Posts

Our Facebook Page